Friday, April 10, 2020

Pengalaman Kursus IELTS di Titik Nol dan Webster Kampung Inggris, band 8 dan lolos lpdp

Artikel ini bukan bermasud membandingkan antara kedua lembaga, melainkan mencoba menceritakan pengalaman penulis ketika kursus IELTS di Kampung Inggris tepatnya di Titik Nol dan Webster.

belajar ielts bersama tutor yang ahli dibidangnya selama di kampung inggris.
Pengalaman kursus IELTS di Kampung Inggris atau Kampung Bahasa, Pare, Kediri.

Sebelumnya, ini merupakan kali ke dua saya datang ke Pare, 2019, untuk belajar IELTS. Pertama saya datang ke sini pada 2018 tepatnya di bulan Agustus.

Mengapa saya datang kembali ke sini? Karena saya sedang mempersiapkan diri untuk daftar real test.

Singkat cerita, karena sebelumnya sudah pernah datang ke sini, so saya tidak kebingungan lagi untuk menentukan tempat kursus mana yang akan saya tuju.

Well, patokan saya ketika memilih lembaga adalah biayanya, mengapa demikian? Selain memang alasan finansial juga faktanya 'biaya' bukan sebagai jaminan dalam menentukan kualitas kursusan di sini, Pare. Jadi mau mahal atau murah materinya sama saja.

Hanya contoh dari teman seperjuangan belajar IELTS, yang sudah belajar di tempat kursus paling mahal di Kampung Inggris, Pare. Hasilnya, dia tetap saja masih dungu dan, setelah keluar dari sana, bukannya langsung daftar real test malah ngambil program lagi di lembaga lain, di tempat barunya bertemulah dengan saya :D

Yang mengalami hal demikian bukan hanya teman saya seorang, pastinya masih banyak lagi dengan pengalaman yang unik tentunya...hehe

Namun demikian, bukan berarti tempat kursus yang mematok harga mahal itu tidak bagus! Sebenarnya, bagus kok.

Cuman, dari sepengamatan saya, mungkin pendekatannya saja yang tidak sesuai kepada si siswa tsb. Metode belajar bisa saja menjadi faktor sangat menentukan keberhasilan siswa ketika belajar. Kalau tidak cocok bagaimana? Calm down, jadikan pengalaman, lalu kursus lagi di tempat lain.

Oke, kembali ke topik kita, saat itu dua kursusan ini menawarkan "program beasiswa" (bahasa akademiknya) aslinya "potongan harga" (bahasa marketingnya) yang dibuka secara bersamaan.

Ketika diterima nanti, pada intinya saya akan mendapatkan keringanan biaya. Webster english course, saat itu memberikan diskon (saya tidak tahu berapa persen) dari harga normal selama 3 bulan, sedangkan Titik Nol english course menawarkan diskon 50% yang relatif lebih murah, selama 4 bulan.

Oya, itu sudah include asrama (camp), kelas dan modul.

Alhasil, pilihan saya jatuh pada Webster dengan berbagai macam pertimbangan. Sekedar informasi bahwa lembaga ini membuka kelas IELTS selama 3 bulan dari beberapa jenjang.

Ketika masuk di kelas IELTS. Persepsi saya tentang tes kemampuan bahasa satu ini terpatahkan!

Saya berfikir, ketika kita sudah memiliki dasar bahasa inggris akan amat mudah untuk menguasai IELTS but it is wrong... it is really difficult!

Bayangin, IELTS itu sifatnya akademik sedangkan les bahasa yang pernah kita ikutin cenderung general atau umum-umum saja. Sobat mampu speaking selama 5 menit dan selalu mendapatkan nilai grammar bagus di kelas, mungkin kelihatannya sudah keren.

Tapi, di kelas IELTS itu masih seperti bocah yang baru belajar bicara. This is fact!

Butuh kerja keras dan disiplin  yang tinggi jika ingin menakhlukkannya! Lalu, bagaimana review saya terhadap dua lembaga ini?

Webster English Course

Di sini kursus IELTS nya akan dibimbing oleh 2 tutor, Mr. Dedi dan Miss Lia, menurut saya mereka sangat berpengalaman dan mengerti seluk beluk ielts itu seperti apa, sebab saya merasakan sendiri proses belajarnya selama di kampung inggris.

Selain itu, tutornya juga sudah memegang band score IELTS yang nyaris sempurna yakni 8.0

Soal kualitas tutor sudah tidak diragukan lagi karena mereka adalah lulusan sastra inggris. Lalu, bagaimana soal materinya?

Agaknya saya pribadi meragukan bukan pada tutornya, namun pada kemampuan saya untuk memahaminya. Ada banyak referensi yang saya dapatkan selama belajar di sini, menurut saya materi-materi ini sangat membantu karena sangking banyaknya tidak semua sempat saya pelajari.

Dari segi tutor dan materi, kalau boleh saya nilai layak untuk 9/10.

Akan tetapi, lembaga ini tetap memiliki kekurangan yaitu dari segi fasilitas yang diberikan yang menurut penulis sangat menghambat ketika belajar.

Seperti apa sih fasilitasnya?

Kursusan ini tidak memfasilitasi meja untuk belajar, sehingga saya serta teman-teman terpaksa bersandar pada lutut ketika kelas listening, reading dan writing. Kebayangkan bagaimana susahnya ketika kelas writing menulisnya tidak di atas meja, begitupun di kelas listening maupun reading. Jadi, kita setiap kelas itu selalu lesehan terus, kalau untuk kelas speaking tidak masalah jika tanpa meja.

Tidak hanya itu, di kelas listening lagi-lagi fasilitasnya tidak memadai yaitu pada sound nya yang sudah tidak layak pakai. Di awal sesi selalu bermasalah dengan kabelnya sound nya dan di tengah sesi yang bermasalah pada loudspeaker nya, melas banget kan...

Dan, lagi-lagi...

Karena kelasnya bermepetan dengan kelas lain jadi keganggu banget dengan suara bising kelas sebelas, terutama ketika mereka lagi kelas speaking.

Menurut saya meskipun Webster berkualitas dari segi tutor dan materinya. Namun, ada banyak yang perlu ditingkatkan dari segi fasilitasnya.

Semoga ke depannya bisa lebih baik lagi fasilitasnya!

Lalu, bagaimana dengan lembaga yang satunya?...

Setelah menyelesaikan program di Webster selama 3 bulan, 1 bulan program basic dan 2 bulan program IELTS, saya rasa kemampuan saya untuk menghadapi real test masih kurang dan perlu banyak latihan soal lagi. Akhirnya saya memutuskan untuk mengambil kelas di tempat lain, kebetulan saat itu Titik Nol sedang membuka kembali program beasiswanya (hampir tiap bulan deh kayaknya). Sehingga lembaga berikutnya yang saya tuju jatuh di tempat ini.

Titik Nol English Course

Awal kelas saya merasa betah dengan suasana sekelilingnya ditambah fasilitasnya yang mendukung untuk proses belajar. Sayangnya, sebagai siswa beasiswa di lembaga ini diwajibkan untuk mulai dari kelas basic.

Lagi-lagi saya harus mengulang kelas dasar.

Di lembaga ini membuka kursus IELTS selama 2 bulan, khusus kelas beasiswa wajib mengikuti kelas selama 4 bulan mulai dari basic lalu intermediate sebelum masuk kelas ielts saat belajar di lembaga ini di kampung inggris.

Setelah menyelasaikan kelas basic dan intermediate akhirnya masuk juga di kelas yang ditunggu-tunggu dan di kelas ini yang ingin saya ceritakan sesuai dengan topik kita.

Untuk tutor IELTS di Titik Nol semuanya sudah pernah ikut real test dan mendapatkan hasil yang memuaskan, kisaran band score 7 - 7.5

Bahkan ada juga tutornya yang dalam masa menunggu keberangkatan study karena menerima beasiswa luar negeri.

Lalu bagaimana dengan belajar di Titik Nol? Apa sesuai ekspektasi?

Pertama, sayangnya tidak semua tutor di sini memiliki pengalaman mengajar hanya lantaran mendapat skor IELTS tinggi akhirnya direkomendasiin untuk jadi tutor.

Sehingga menurut saya itu mempengaruhi pada metode mengajarnya yang cenderung text book. Secara pemahaman materi juga belum terlalu menguasai hanya sebatas umumnya saja yang dipelajarin di IELTS.

Tapi itu tidak semua tutor kok. Buktinya, teman saya yang bukan anak beasisawa di kelas IELTS yang sama diajar oleh tutor yang kompeten dan memiliki pengalaman mengajar yang lumayan. Hmmm, saya rasa ini diskriminatif terhadap kelas beasiswa.

Sebagai anak beasiswa di lembaga ini hampir setiap hari saya mendengar testimoni teman saya tentang tutornya yang banyak bagusnya. Meskipun satu tempat kurus dengan program yang sama, akan tetapi mereka tidak diajar dengan tutor yang sama.

Ada sebuah kata-kata begini, "beda harga beda kualitas"

Karena saya mendaftar pada program beasiswa jadi mungkin pengalamannya agak berbeda dengan teman-teman yang mengambil kelas regular di kelas IELTS, Titik Nol.

Lalu bagaimana dengan fasilitasnya?

Kalau soal fasilitas, overall oke...

Seluruh kelas tersedia meja serta koneksi internet (wifi). Dan, dilengkapin kipas angin yang bukan 'kw.. kw' juga.... Bahkan ada kelas yang memakai AC, saya kelas listening di sini, bisa kebayangkan nyamannya bagaimana.... hehe

Sayangnya, tetap saja di dunia ini tidak ada yang sempurna!

Dari segi tutor, menurut saya kurang terutama dalam memberikan materi. Pada penguasaan materi juga kurang, terkadang waktu sesi tanya jawab tidak cuman sekali jawabannya tertunda dijawab lantaran tutornya harus mencari jawabannya dulu.

Pengamatan saya, mungkin karena belum lama mengajar sehingga mereka butuh waktu untuk beradaptasi. Kayaknya semua tutor di Kampung Inggris awalnya begini deh... hehe

Selanjutnya, dari materi saya rasa kurang lebih saja dengan kursusan yang lain.

Banyak lembaga kursus yang membuka kelas IELTS di Pare menggunakan latihan soal dari Cambridge, rekomendasi 7 - 14. Atau, ada juga yang memakai referensi tambahan dari Barrons.

Kesimpulannya...

Setelah mengikuti kelas IELTS di Webster dan Titik Nol, tetap saja keduanya memiliki plush dan minusnya. Baik itu dari fasilitasnya maupun tutornya.

Intinya "belajar IELTS itu butuh kesabaran," kata tutor saya di Webster. Namun menurut saya konsistensi dalam belajar juga penting. Belajar ielts hanya mengandalkan belajar di kelas tanpa diikuti belajar mandiri di rumah, itu sangat tidak cukup.

Sehingga mengikuti kelas IELST di manapun itu bukan jaminan untuk mendapatkan skor real test tinggi. Faktanya, banyak kok teman-teman yang hanya belajar mandiri di rumah skor ielts nya bagus-bagus tuh kisaran band score 6.5 - 7.5  :)

Kalau dihitung-hitung saya di Kampung Inggris sudah lebih dari setahun. Keberangkatan awal di 2018 belajar selama 4 bulan dan keberangkatan ke dua di 2019 belajar selama kurang lebih 9 bulan, dari yang mulai belajar bahasa inggris dasar banget hingga memberanikan diri ngambil kelas IELST untuk keperluan administratif beasiswa.

Kok lama?

IYA. Karena saya belajarnya dari dasar benar-benar buta huruf tentang bahasa inggris. Jadi sebelum masuk kelas IELTS saya belajar bahasa inggris dari kelas dasar dulu.

Setelah belajar IELTS di dua tempat bagaimana hasilnya?

Hasilnya memberanikan saya untuk ikut real test. Namun, lagi-lagi memang saya harus bersabar. Saya berencana ikut real test pada 4 april 2020 di british council, Jogja. Akan tetapi, karena corona virus yang banyak menular dari bulan Maret lalu hasilnya semua bentuk test baik IELTS dan TOEFL diundur hingga kondisinya normal.

Pada kondisi seperti ini untungnya beasiswa luar negeri yang ingin saya daftar juga diundur deadline nya. Jadi banyak waktu belajar mandiri bukan? hehe

Itulah pengalaman saya waktu kursus IELST di dua lembaga berbeda di kampung inggris... Semoga bermanfaat.

OYA, buat teman-teman pejuang IELTS tetap jaga semangatnya dan jangan mudah menyerah jadikan impianmu atau tujuanmu sebagai motivasi untuk belajar lebih giat lagi. Serta, teruslah berdoa agar dimudahkan dalam proses belajar.

Bagi yang memilih belajar IELST mandiri di rumah jangan khawatir karena ada segudang materi yang dapat dipelajarin, tentunya semua tersedia di internet atau toko buku tinggal dicari.

Saya ada materi ielts untuk teman-teman yang membutuhkan bisa komen di bawah dengan menulis alamat email dan asalnya, nanti materinya akan saya kirim by email.

Tulis komentar Anda...
EmoticonEmoticon